Globalisasimembawa masyarakat melakukan penyesuaian terhadap perubahan sosial budaya. Hal ini dapat dilihat dari minat masyarakat terhadap ilmu pengetahuan yang semakin besar. Teknologi yang dihasilkan sebagai aplikasi dari ilmu pengetahuan kemudian dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat. Pemanfaatan teknologi ini membawa banyak
Inklusif – Grameds pasti sering mendengar atau membaca kata “inklusif”, baik di media massa maupun melalui poster yang tertempel di suatu tempat. Biasanya, kata “inklusif” ini disematkan pada ajakan untuk masyarakat supaya mau merangkul dan menghormati adanya perbedaan. Berhubung negara kita ini adalah multikultural, sehingga tentu saja ajakan untuk menciptakan lingkungan yang inklusif sangat penting keberadaannya. Keberadaan lingkungan inklusif ini juga diterapkan dalam sebuah konsep pendidikan yang sekaligus didukung oleh negara melalui Undang-Undang Dasar. Lalu sebenarnya, apa sih maksud dari inklusif itu? Bagaimana penerapannya dalam konsep pendidikan yang telah dicanangkan oleh negara ini? Nah, supaya Grameds tidak bingung, yuk simak ulasan berikut ini! Pengertian InklusifManfaat InklusifKonsep PendidikanSejarah Perkembangan PendidikanImplikasi Manajerial Pendidikan InklusifTujuan Pendidikan InklusifPrinsip Dasar Pendidikan InklusifPro dan Kontra PendidikanPro PendidikanKontra Pendidikan Kata “inklusif” berasal Bahasa Inggris, yaitu “Inclusion” yang berarti mengajak masuk’ atau mengikutsertakan’. Sementara itu, lawan kata dari “inklusif” ini adalah “eksklusif” yang berarti mengeluarkan’ atau memisahkan. Apabila melihat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, kata ini memiliki definisi berupa termasuk’ dan teritung’. Nah, dapat disimpulkan bahwa “inklusif” adalah upaya untuk menerima sekaligus berinteraksi dengan orang lain meskipun orang tersebut memiliki perbedaan dengan diri kita. Singkatnya, hal ini hampir sama dengan toleransi yang mana harus diterapkan dalam masyarakat multikultural. Sikap ini secara tidak langsung mengajak kita untuk memahami permasalahan yang dialami oleh orang lain, sehingga kita tidak asal men-judge saja. Maka dari itu, sikap ini dapat diterapkan di masyarakat multikultural, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Contoh sederhana dari sikap ini misalnya menghormati seseorang yang lebih tua, menghargai waktu ibadah orang lain, dan masih banyak lainnya. Keberadaan sikap inklusif seharusnya diajarkan oleh keluarga dan sekolah sejak dini, supaya dapat “menempel” hingga dewasa. Sebab nanti ketika sudah dewasa, kita akan bertemu banyak orang dengan perbedaan etnis, budaya, latar belakang, status, hingga pola pikir, sehingga kita harus menghargai adanya perbedaan-perbedaan tersebut. Penerapan sikap ini sebenarnya sederhana, bahkan mungkin saja Grameds sering melakukannya tetapi tidak mengetahui bahkan tindakan tersebut adalah termasuk pada sikap inklusif. Berikut adalah beberapa contoh penerapan dari sikap ini dalam kehidupan sehari-hari. Melakukan gotong royong untuk membersihkan desa atau kompleks perumahan. Berteman dengan semua orang tanpa melihat suku, ras, maupun agama mereka. Tidak asal menggurui orang lain yang tengah tertimpa masalah dan musibah. Memberikan kursi prioritas untuk lansia dan ibu hamil ketika naik transportasi umum. Membantu menyeberangkan lansia di jalan. Tidak mengejek budaya dan tradisi lain, meskipun bagi kita itu tampak “asing”. Tidak asal berbicara kasar ketika mengobrol dengan orang lain. Bersikap ramah pada semua orang, tidak hanya orang-orang tertentu saja. Manfaat Inklusif Penerapan sikap ini tentu saja memberikan beragam manfaat kepada kita, terutama yang hidup di tengah-tengah masyarakat multikultural. Bahkan sebisa mungkin, sikap ini harus diajarkan sejak dini. Jika Grameds mempunyai anak, adik, maupun keponakan yang umurnya masih kecil, sangat penting untuk mengajarkan sikap ini kepada mereka ya… Nah, berikut adalah beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari upaya penerapan sikap inklusif dalam kehidupan sehari-hari. Mengurangi adanya sikap diskriminatif, sebab pada dasarnya semua manusia itu memiliki kedudukan yang sama dan tidak boleh dibeda-bedakan. Dapat menghargai diri sendiri sekaligus orang lain yang memiliki perbedaan dengan kita. Turut mengembangkan masyarakat dengan pola pikir terbuka dan cerdas. Mengembangkan produktivitas guna membangun kehidupan yang lebih baik. Mengetahui adanya hambatan pada masalah sosial. Sebagai sikap menghargai adanya perbedaan budaya dan tradisi yang ada di lingkungan sekitar. Konsep Pendidikan Perlu Grameds ketahui bahwa sikap ini telah diterapkan dalam sebuah konsep pendidikan yang mana dicanangkan sendiri oleh negara kita. Yap, istilah pendidikan ini sebenarnya dicetuskan oleh pihak UNESCO yang kemudian dikumandangkan oleh banyak negara-negara di dunia, salah satunya adalah Indonesia. Pada dasarnya, pendidikan inklusif ini bersifat ramah anak, sebab sasarannya adalah para anak-anak yang berkebutuhan khusus supaya mereka tetap dapat belajar di sekolah sama seperti anak-anak lainnya. Istilah pendidikan inklusif atau pendidikan inklusi ini dicetuskan oleh pihak UNESCO United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization alias Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa dengan jargonnya berupa Education for All. Maksudnya, pendidikan ini harus ramah untuk semua orang dan menjangkau semua orang tanpa terkecuali. Semua orang memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam memperoleh manfaat yang maksimal dari pendidikan. Hak dan kesempatan tersebut tidak dibedakan-bedakan berdasarkan fisik, mental, sosial, emosional, bahkan status sosial ekonominya, sehingga semua orang siapapun itu boleh mengakses pendidikan. Nah, hal tersebut tentu saja sejalan dengan filosofi pendidikan nasional negara kita ini, yang mana tidak membatasi akses para peserta didik untuk bersekolah dengan latar belakang apapun. Istilah “inklusif” pada pendidikan inklusif ini tidak hanya condong pada mereka yang memiliki kebutuhan khusus saja, melainkan semua anak. Menurut seorang profesor pendidikan inklusif dari Universitas Syracuse bernama Sapon Shevin menyatakan bahwa pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus untuk belajar di sekolah-sekolah terdekat bersama teman-teman seusianya. Biasanya, lembaga pendidikan sekolah yang menyelenggarakan sekolah ini mampu menampung semua murid untuk berada di kelas yang sama. Sekolah ini nantinya juga akan menyediakan program pendidikan yang layak dan menantang, tetapi tetap disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan dari setiap muridnya. Tidak hanya itu saja, sekolah inklusif juga memberikan bantuan dan dukungan dari para guru supaya anak-anak didiknya berhasil. Atas dasar itulah, konsep pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. Penyelenggaraan sekolah ini bertujuan supaya semua anak dapat mengakses pendidikan seluas-luasnya tanpa diskriminasi. Berhubung pendidikan inklusif ini “menyatukan” anak berkebutuhan khusus dan anak reguler, maka pihak sekolah yang menyelenggarakannya juga harus menyesuaikan kebutuhan peserta didik, mulai dari kurikulum, sarana pendidikan, hingga sistem pembelajarannya. Untuk tenaga pendidik, diusahakan adalah mereka yang terlatih dan profesional di bidangnya supaya dapat menyusun program pendidikan secara objektif. Sejarah Perkembangan Pendidikan Awal mula keberadaan pendidikan inklusif ini adalah di negara-negara Skandinavia yakni di Denmark, Swedia, dan Norwegia. Kala itu pada tahun 1960-an, Presiden Amerika Serikat, Kennedy mengirimkan pakar-pakar Pendidikan Luar Biasa ke Scandinavia untuk mempelajari mainstreaming dan Least Restrictive Environment, yang ternyata cocok untuk diterapkan di Amerika Serikat. Kemudian pada tahun 1991, di Inggris mulai memperkenalkan adanya konsep pendidikan inklusif ini yang awalnya adalah segregatif ke integratif. Segregatif adalah pemisahan kelompok ras atau etnis secara paksa. Tuntutan akan penyelenggaraan pendidikan inklusif untuk diterapkan di seluruh dunia ini semakin direalisasikan sejak diadakannya sebuah konferensi dunia mengenai hak anak pada tahun 1989. Selanjutnya pada tahun 1991 juga, di Bangkok, Thailand, berhasil mendeklarasikan kampanye “Education for All”. Dalam konferensi dan kampanye tersebut mengikat semua anggotanya supaya anak-anak tanpa terkecuali termasuk anak berkebutuhan khusus dapat memperoleh pelayanan pendidikan secara memadai dan tanpa diskriminasi. Sebagai upaya dari tindak lanjut deklarasi kampanye yang diadakan di Bangkok sebelumnya, pada tahun 1994 pun diselenggarakan sebuah konvensi pendidikan di Salamanca, Spanyol. Dalam konvensi pendidikan tersebut mencetuskan bahwa pendidikan inklusif sangat diperlukan, yang selanjutnya dikenal dengan “The Salamanca statement on inclusive education”. Berhubung negara-negara di dunia telah berusaha mengembangkan pendidikan inklusif, maka Indonesia juga turut melakukannya. Pada tahun 2004, pemerintah Indonesia menyelenggarakan konvensi nasional dan menghasilkan sebuah Deklarasi Bandung yang mana berisikan bahwa Indonesia berkomitmen untuk menuju pendidikan inklusif. Disusul pada tahun selanjutnya, diadakan sebuah simposium internasional di Bukittinggi hingga menghasilkan sebuah Rekomendasi Bukittinggi. Dalam rekomendasi tersebut berisikan banyak hal, antara lain adalah menekankan perlunya untuk mengembangkan program pendidikan inklusif sebagai salah satu cara menjamin anak-anak memperoleh pendidikan dan pemeliharaan secara berkualitas dan layak. Implikasi Manajerial Pendidikan Inklusif Sebuah sekolah reguler yang menerapkan program pendidikan inklusif ini, akan berimplikasi atau melibatkan dalam hal-hal berikut Sekolah reguler akan menyediakan kondisi kelas yang ramah, hangat, sekaligus menerima adanya keanekaragaman dan menghargai perbedaan dari para peserta didiknya. Sekolah reguler harus siap untuk mengelola kelas yang heterogen, yakni dengan menerapkan kurikulum dan pembelajaran bersama. Guru yang mengajar di kelas harus menerapkan pembelajaran yang interaktif. Guru dituntut melibatkan orang tua dalam proses penyelenggaraan pendidikannya. Tujuan Pendidikan Inklusif Pendidikan inklusif ini diselenggarakan di Indonesia tidak hanya semata-mata karena negara lain juga melakukannya, tetapi dengan adanya tujuan-tujuan yang berpengaruh pada rakyat Indonesia, yakni Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus supaya dapat mengakses pendidikan yang layak sesuai kebutuhannya. Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar 12 tahun. Membantu meningkatkan mutu dari pendidikan dasar dan menengah, dengan cara menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah. Merealisasikan amanat Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pada pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”, sementara pada ayat 2 berbunyi “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Merealisasikan Undang-Undang No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya pada pasal 5 ayat 1 yang berbunyi “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Sementara pada Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Pasal 51 tentang Perlindungan Anak, berbunyi “Anak yang menyandang cacat fisik dan atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.” Prinsip Dasar Pendidikan Inklusif Prinsip dasar dalam pendidikan inklusif ini menekankan pada keterbukaan dan penghargaan terhadap anak berkebutuhan khusus. Melalui prinsip dasar ini yang mana berkaitan langsung dengan jaminan akses dan peluang bagi semua anak dalam memperoleh pendidikan tanpa memandang latar belakang kehidupan mereka. Menurut Usman Abu Bakar 2012, terdapat dua prinsip dalam pendidikan, yakni a Prinsip Persamaan Hak Dalam Pendidikan Dalam prinsip ini, pendidikan inklusif mengakomodasikan semua anak supaya mendapatkan pendidikan secara layak, bermutu, dengan menghargai keragaman serta mengakui perbedaan individual. b Prinsip Peningkatan Kualitas Sekolah Dalam prinsip ini, pendidikan inklusif akan selalu berusaha untuk meningkatkan mutu dan kualitasnya secara baik, mulai dari penyediaan sarana dan prasarana, kemampuan guru dan tenaga kependidikan, mengubah pandangan sekolah mengenai kebutuhan anak, melakukan kerjasama dengan institusi lain sebagai rekan untuk meningkatkan kualitas sekolah, hingga mewujudkan sekolah yang ramah anak. Sementara itu, dalam buku berjudul Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif yang ditulis oleh Kementerian Pendidikan Nasional sebagai kerjasama dengan pemerintah Australia melalui Australia-Indonesia Partnership, menjelaskan bahwa terdapat lima prinsip dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, yakni sebagai berikut a Prinsip Pemerataan dan Peningkatan Mutu Dalam prinsip ini menjadi salah satu upaya pemerataan kesempatan guna memperoleh pendidikan karena melalui sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, sejumlah anak berkebutuhan khusus tidak terjangkau oleh Sekolah Luar Biasa. b Prinsip Kebutuhan Individual Berhubung setiap anak memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda, maka pendidikan harus diusahakan untuk menyesuaikan dengan kondisi anak. c Prinsip Kebermaknaan Pendidikan inklusif harus menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang ramah, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan. Prinsip ini menghendaki supaya keberadaan pendidikan inklusif ini tidak ada pihak yang dirugikan. d Prinsip Keberlanjutan Pendidikan inklusif harus diselenggarakan secara berkelanjutan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah akhir. e Prinsip Keterlibatan Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, harus melibatkan semua komponen yang terkait. Terutama dengan berkolaborasi pada sesama guru dan non-guru guna mendapatkan kualitas pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Pro dan Kontra Pendidikan Meskipun pendidikan inklusif ini telah diakui di seluruh dunia sebagai upaya mempercepat pemenuhan hak pendidikan bagi setiap anak, tetapi ternyata keberadaannya justru menimbulkan pro dan kontra. Nah, berikut adalah pro dan kontra dari pendidikan inklusif. Pro Pendidikan Belum terdapat bukti yang kuat bahwa Sekolah Luar Biasa merupakan satu-satunya sistem terbaik untuk memenuhi pendidikan anak berkebutuhan khusus. Biaya penyelenggaraan pendidikan inklusif ini jauh lebih mahal dibandingkan dengan sekolah reguler. Dari penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa, berimplikasi atas adanya labelisasi bahwa anak-anak yang masuk sekolah tersebut adalah anak cacat’ sehingga banyak masyarakat yang tidak mau menyekolahkan anaknya ke sekolah tersebut. Banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang tinggal di daerah-daerah tidak dapat bersekolah di Sekolah Luar Biasa dengan alasan jaraknya yang jauh dan biaya yang tidak terjangkau. Melalui pendidikan inklusif, akan terjadi proses edukasi kepada masyarakat mengenai bagaimana menghargai perbedaan yang ada. Banyak bukti di sekolah reguler, bahwa terdapat anak berkebutuhan khusus yang tidak mendapatkan layanan secara sesuai. Kontra Pendidikan Banyak orang tua yang anaknya tidak ingin bersekolah di sekolah reguler. Banyak sekolah reguler yang belum memiliki persiapan secara penuh dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif, sebab berkaitan dengan sumber daya yang terbatas. Sekolah Luar Biasa dianggap lebih efektif untuk diikuti oleh anak-anak yang berkebutuhan khusus. Nah, itulah ulasan mengenai apa itu inklusif dan penerapannya pada konsep sistem pendidikan yang ada di seluruh dunia, terutama di Indonesia. Apakah Grameds pernah melihat bagaimana sistem pendidikan inklusif ini berjalan? Baca Juga! Pengertian Pendidikan Inklusif dan Perbedaannya dengan Eksklusif Apa Itu Administrasi Pendidikan? Pengertian Musyawarah Mufakat dan Nilai-Nilai yang Terkandung di Dalamnya Rekomendasi Buku Tentang Pendidikan Cara Menghormati dan Menghargai Guru Tujuan dan Manfaat Masyarakat Ekonomi ASEAN MEA Tujuan dan Jenis Pendidikan Nasional Arti dan Prinsip Bhinneka Tunggal Ika Tujuan Pembangunan Nasional dan Perkembangannya di Indonesia ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien
Tuliskantiga perilaku positif sebagai upaya mengisi kemerdekaan di lingkungan masyarakat! SD Dengan demikian, hal postif yang dapat dilakukan dalam upaya mengisi kemerdekaan di lingkungan masyarakat adalah melakukan kerja bakti demi memupuk semangat kebersamaan dan gotong royong, membantu tetangga yang sedang membutuhkan atau kekurangan
The aim of implementing Inclusive education is providing opportunities for all students to fulfill the right of children with disabilities that is to learn together with other students in a school environment. The implementation of inclusive schools should initiate an inclusive culture, and a friendly environment for children with disabilities. The writing of this article aims to examine the implementation of inclusive education in Indonesia. The data are processed, obtained through literature study, interview, and field observation. Data collected are analyzed using qualitative approach. The data obtained shows that the implementation of inclusive school has not been evenly distributed in every region, not have adequate accessibility yet, and not fulfillment of competent educator in special education field yet. Based on the analysis it can be concluded that the implementation of inclusive education requires the function of supervision, assistance, and evaluation to support the posi...
Search Di Bully Anak Sd. Siswa SMA mesum di Kebun Surat untuk ibu berjudul "Aku Sayang Bunda" karya pelajar SDN 007 Koto Taluk Kuansing, Riau bernama Dinda Fitriani Putri Menghadapi tukang bully memang tidak gampang Penelitian Menesini dan Giannetti (dalam Gini, 2004) menunjukkan bahwa 42% siswa sekolah dasar dan 28% siswa sekolah menengah di Latar Belakang: Fenomena bullying dapat berawal
A educação inclusiva é uma proposta que procura trazer às escolas regulares alunos especiais. Nesse sentido, é dever da escola transformar e adequar o ambiente aos alunos que possuem qualquer tipo de atendimento especializado, com o objetivo de desenvolver estes alunos completamente. Para isso, é necessário conhecer o contexto de desafios que essa nova proposta educacional tem enfrentado e assim pensar junto aos colabores da escola práticas inclusivas que sanem os problemas e alcancem uma educação, de fato, inclusiva. Pensando nisso, separamos 6 práticas inclusivas para que você consiga acolher alunos especiais em sua escola, fazendo com que eles, realmente, se desenvolvam inteiramente em contato com outros estudantes. Vamos lá? Quais os pilares que sustentam a educação inclusiva? Antes de te contarmos melhor sobre quais práticas inclusivas você pode adotar em sua escola, vamos te mostrar quais os pilares que sustentam a educação inclusiva. Pois bem, a educação inclusiva pauta-se em 5 pilares. Conheça-os agora Toda pessoa tem o direito de acesso à educação Toda pessoa aprende O processo de aprendizagem de cada pessoa é singular O convívio no ambiente escolar comum beneficia a todos A educação inclusiva diz respeito a todos Além disso, a educação inclusiva abrange três grupos de estudantes. São eles alunos com deficiência; alunos com transtornos globais de desenvolvimento ou transtorno do espectro autista; alunos com altas habilidades ou superdotação Na teoria a educação inclusiva funciona muito bem, porém, na prática ela encontra desafios para alcançar seu êxito. E é por isso que vamos te contar a seguir 6 práticas inclusivas para superar os desafios e fazer com alunos que possuam algum tipo de limitação consigam se desenvolver completamente. Separamos para você 6 práticas inclusivas para aplicá-las em sua escola. Acompanhe! 1. A educação inclusiva deve fazer parte do dia a dia escolar A educação inclusiva deve fazer parte do dia a dia escolar. Essa é a primeira prática que você deve aplicar em sua escola. A educação inclusiva deixou de ser uma prática paralela há algum tempo, mas ainda hoje enfrenta desafios para ser implementada nas instituições de ensino do país. Isso acontece porque o assunto ainda se apresenta como um tabu social, o que deve ser desmistificado. É necessário que toda a comunidade esteja engajada em alcançar e implantar a educação inclusiva no seio escolar. E para isso, não se pode, nem se deve medir esforços. O diálogo é a chave central, já que como a implementação de uma educação inclusiva ainda é algo novo. Todos diretores e diretoras, coordenadores e coordenadoras, professores e professoras e estudantes devem participar de reuniões sobre o assunto e se inteirar sobre o seu papel dentro dessa nova lógica educacional. 2. Dentro da sala de aula respeite os diferentes ritmos de aprendizado O educador e a educadora serão os mediadores de uma prática inclusiva em sala de aula. É esse profissional que deverá orientar e guiar os alunos, sejam eles especiais ou não, pelo caminho do conhecimento. E para que isso seja alcançado, os professores e professoras deverão saber respeitar os diferentes ritmos de aprendizagem. Isso significa, na prática, pegar a mão dos alunos e com muita paciência, baseados em estratégias pedagógicas, e ainda com muito cuidado ensinar aquilo que alguns dos alunos não conseguiram dominar na primeira explicação. Em uma sala de aula inclusiva, os conteúdos das aulas são considerados objetos de aprendizagem. À cada um dos alunos cabe atribuir, significar e construir conhecimentos de maneira autônoma, como prega a BNCC. Aos professores cabe mediar o caminho entre os objetos de aprendizagem e o desenvolvimento do conhecimento autônomo. O professor não estará para sempre ao lado dos alunos, portanto, é seu dever entender que cada um se desenvolve em seu ritmo, sem se esquecer de trabalhar a independência de todos os alunos, inclusive os que possuem algum tipo de limitação. O educador, então, deve passar ao estudante toda a confiança que ele precisa para se sentir capaz de resolver qualquer problema ou questão. É através desse caminho que será possível ao educador compartilhar, confrontar e resolver conflitos cognitivos dentro da sala de aula inclusiva. 3. Capacite os educadores e coordenadores de sua escola Uma outra prática inclusiva que deve ser adotada é a capacitação de educadores e coordenadores escolares. É dever da escola que se propõe a adotar uma educação inclusiva fornecer meios de capacitação profissional nesta área. Para isso, há redes de apoio de que podem ser acessadas. Afinal, não é obrigação saber ensinar e lidar com alunos com necessidades educacionais especiais sem nenhuma capacitação anterior, mas é obrigação procurar meios para se aprender. Portanto, confira a seguir quais são essas redes de apoio que a escola pode procurar para capacitar seus colaboradores Atendimento Educacional Especializado AEE; Profissionais da educação especial — intérpretes, professores de Braille etc. — da saúde e da família. Além dessas redes, a escola pode também levar à instituição educadores especializados em educação inclusiva para dar palestras aos alunos e colaboradores, para que cada vez mais a educação inclusiva seja de fato alcançada. 4. Foque nas competências e não nas dificuldades dos estudantes O educador e educadora que se propõe a ser inclusivo deverá focar nas competências e não nas dificuldades ou limitações dos estudantes que possuem Necessidades Educacionais Especiais. Os professores e professoras deverão conhecer individualmente cada aluno que têm para, assim, conseguir identificar suas competências e trabalhá-las com carinho e atenção. Para isso, o tempo é o seu melhor amigo. Ninguém aprende a ensinar alunos com algum tipo de deficiência ou limitação do dia para noite, é necessário tempo, disciplina, empatia e capacitação. Educadores que querem ser melhores devem não apenas esperar que a capacitação venha como uma prática da escola, mas sim buscar por uma formação continuada que os possibilidade enxergar a prática inclusiva como algo que faz parte de seu cotidiano escolar. É claro que sim, as limitações devem ser levadas em conta, mas não serão tratadas como o centro da educação. O professor inclusivo deverá pensar em práticas educacionais que consigam atingir diferentes alunos, apesar de suas limitações. O ideal não é buscar atividades distintas para alunos surdos ou cegos, por exemplo, mas procurar por atividades que de fato incluam alunos com necessidades especiais e os demais. 5. Todos os colaboradores da escola devem debater sobre os desafios da educação inclusiva A educação inclusiva ainda é um desafio. E desafios só são vencidos por meio de debates. Após a implantação de medidas e práticas inclusivas, é normal que problemas apareçam, afinal, esta é uma prática nova dentro da educação. Para solucionar possíveis questões e desafios, toda a comunidade escolar deve participar de debates para que essas dificuldades sejam superadas. E quando nos referimos a toda a comunidade, estamos dizendo que diretores, pais, alunos sem necessidades especiais, alunos com necessidades especiais, educadores e coordenadores, todos esses devem partilhar suas experiências. Somente assim a educação será realmente inclusiva, quando todos forem ouvidos e devidamente atendidos em suas necessidades. 6. Invista em formação continuada Como mencionamos, é dever da escola, como instituição que se propõe a oferecer uma educação inclusiva, oferecer capacitação profissional. Porém, é também dever do educador e educadora procurar por essa capacitação de maneira autônoma. A educação inclusiva é uma área do mercado de trabalho educacional que ainda apresenta déficit de especialistas. Portanto, procurando por uma formação continuada nessa área, caminhos profissionais serão abertos e, além disso, a empatia será desenvolvida de maneira ainda mais profunda. Esperamos que você tenha gostado de conhecer melhor as práticas inclusivas e que você consiga adotá-las em sua instituição de ensino. Aproveite para ler nosso artigo sobre competências socioemocionais da BNCC, um assunto que certamente te ajudará a alcançar uma educação inclusiva!
pemerintahdalam masyarakat dan kegiatan-kegiatan yang disediakan oleh masyarakat dapat memberi hasil yang baik kepada para santri, serta dapat mengupayakan untuk mensosialkan santri. Dalam proses pembentukan karakter pada para santri berhubungan erat dengan faktor intern (individu) para santri itu sendiri dan juga faktor ekstern
Jawaban yang tepat dari pertanyaan tersebut adalah opsi B. Berikut merupakan penjelasannya Poin soal menanyakan contoh dari sikap inklusif pada masyarakat multikultural. Masyarakat multikultural merupakan masyarakat yang terdiri atas beragam kelompok sosial dengan sistem norma dan kebudayaan yang berbeda-beda. Keberagaman tersebut harus dipersatukan dengan perilaku inklusif sehingga dapat terwujud kehidupan yang harmonis. Perilaku inklusif merupakan perilaku yang menerima sekaligus menghargai perbedaan. Dapat disimpulkan bahwa menerima dan mengakui kehadiran individu yang berbeda latar belakang sosial merupakan implementasi dari perilaku inklusif. Jadi, jawaban yang tepat adalah B.
AMakna Sikap Inklusif : Inklusif berasal dari Bahasa Inggris "inclusive" yang artinya "termasuk di dalamnya". Secara istilah berarti menempatkan dirinya ke dalam cara pandang orang lain/ kelompok lain dalam melihat dunia, dengan kata lain berusaha menggunakan sudut pandang orang lain atau kelompok lain dalam memahami masalah.
Memang tugas masyarakat Indonesia saat ini cukup berat. Karena, harus menjaga keberagaman ini agar tetap lestari. Baca Juga: 5 Manfaat Hidup Rukun di Masyarakat dan Sekolah. Menerima perbedaan antara suku, agama dan kebudayaan dapat dimulai dengan lingkungan sekitar terlebih dahulu. Buat lingkungan masyarakat yang nyaman, tentram dan aman.
Programtersebut juga memberikan edukasi dan penguatan mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan seimbang Pilar ketiga dari program-program yang diusung UIF bertujuan untuk menciptakan masyarakat inklusif yang adil dan beragam. dan pemanfaatan sampah di lingkungan pondok pesantren. Program ini telah menjangkau 372.128 santri di 902
jMqx0C. knu4y4w615.pages.dev/182knu4y4w615.pages.dev/208knu4y4w615.pages.dev/90knu4y4w615.pages.dev/297knu4y4w615.pages.dev/203knu4y4w615.pages.dev/370knu4y4w615.pages.dev/266knu4y4w615.pages.dev/167knu4y4w615.pages.dev/317
sebutkan penerapan perilaku inklusif di lingkungan masyarakat